Asam dan basa adalah dua golongan zat kimia yang sangat umum ditemukan di sekitar kita. Sebagai contoh, cuka, asam sitrun, dan asam dalam lambung tergolong asam, sedangkan kapur sirih dan soda api tergolong basa. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang berbeda. Pada mulanya, asam dan basa dibedakan berdasarkan rasanya, di mana asam terasa masam sedangkan basa terasa pahit dan licin seperti sabun. Namun, secara umum zat-zat asam maupun basa bersifat korosif dan beracun — khususnya dalam bentuk larutan dengan kadar tinggi — sehingga sangat berbahaya jika diuji sifatnya dengan metode merasakannya.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembedaan asam dan basa pun dapat dilakukan dengan menggunakan indikator seperti kertas lakmus dan indikator universal ataupun instrumen pH meter. Larutan asam akan memerahkan kertas lakmus biru, sedangkan larutan basa akan membirukan kertas lakmus merah. Pada pengujian zat dengan pH meter, larutan asam akan menunjukkan pH lebih kecil dari 7, sedangkan larutan basa akan menunjukkan pH lebih besar dari 7. Larutant dengan pH sama dengan 7 disebut netral.
Namun demikian, apakah yang menentukan suatu senyawa bersifat asam atau basa? Definisi asam dan basa pun akhirnya menjadi rumusan masalah bagi para ahli selama ratusan tahun. Dari berbagai teori definisi asam basa yang pernah diajukan, terdapat tiga teori yang sangat bermakna, antara lain teori asam basa Arrhenius, teori asam basa Brønsted–Lowry, dan teori asam basa Lewis.
Teori Asam Basa ArrheniusTeori ini pertama kalinya dikemukakan pada tahun 1884 oleh Svante August Arrhenius. Menurut Arrhenius, definisi dari asam dan basa, yaitu:
Gas asam klorida (HCl) yang sangat larut dalam air tergolong asam Arrhenius, sebagaimana HCl dapat terurai menjadi ion H+dan Cl− di dalam air. Berbeda halnya dengan metana (CH4) yang bukan asam Arrhenius karena tidak dapat menghasilkan ion H+ dalam air meskipun memiliki atom H. Natrium hidroksida (NaOH) termasuk basa Arrhenius, sebagaimana NaOH merupakan senyawa ionik yang terdisosiasi menjadi ion Na+ dan OH− ketika dilarutkan dalam air. Konsep asam dan basa Arrhenius ini terbatas pada kondisi air sebagai pelarut.
Teori Asam Basa Brønsted–LowryPada tahun 1923, Johannes N. Brønsted dan Thomas M. Lowry secara terpisah mengajukan definisi asam dan basa yang lebih luas. Konsep yang diajukan tersebut didasarkan pada fakta bahwa reaksi asam–basa melibatkan transfer proton (ion H+) dari satu zat ke zat lainnya. Proses transfer proton ini selalu melibatkan asam sebagai pemberi/donor proton dan basa sebagai penerima/akseptor proton. Jadi, menurut definisi asam basa Brønsted–Lowry,
Jika ditinjau dengan teori Brønsted–Lowry, pada reaksi ionisasi HCl ketika dilarutkan dalam air, HCl berperan sebagai asam dan H2O sebagai basa.
HCl(aq) + H2O(l) → Cl−(aq) + H3O+(aq)
HCl berubah menjadi ion Cl− setelah memberikan proton (H+) kepada H2O. H2O menerima proton dengan menggunakan sepasang elektron bebas pada atom O untuk berikatan dengan H+ sehingga terbentuk ion hidronium (H3O+).
Sedangkan pada reaksi ionisasi NH3 ketika dilarutkan dalam air, NH3 berperan sebagai basa dan H2O sebagai asam.
NH3(aq) + H2O(l) ⇌ NH4+(aq) + OH−(aq)
NH3 menerima proton (H+) dari H2O dengan menggunakan sepasang elektron bebas pada atom N untuk berikatan dengan H+ sehingga terbentuk ion ammonium (NH4+). H2O berubah menjadi ion OH− setelah memberikan proton (H+) kepada NH3.
Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa (1) asam Brønsted–Lowry harus mempunyai atom hidrogen yang dapat terlepas sebagai ion H+; dan (2) basa Brønsted–Lowry harus mempunyai pasangan elektron bebas yang dapat berikatan dengan ion H+.
Kelebihan definisi oleh Brønsted–Lowry dibanding definisi oleh Arrhenius adalah dapat menjelaskan reaksi-reaksi asam–basa dalam fase gas, padat, cair, larutan dengan pelarut selain air, ataupun campuran heterogen. Sebagai contoh, reaksi antara gas NH3 (basa) dan gas HCl (asam) membentuk asap NH4Cl.
NH3(g) + HCl(g) → NH4Cl(s)
Beberapa zat dapat bertindak sebagai asam, namun juga dapat sebagai basa pada reaksi yang lain, misalnya H2O, HCO3−, dan H2PO4−. Zat demikian disebut amfiprotik. Suatu zat amfiprotik (misalnya H2O) akan bertindak sebagai asam bila direaksikan dengan zat yang lebih basa darinya (misalnya NH3) dan bertindak sebagai basa bila direaksikan dengan zat yang lebih asam darinya (misalnya HCl).
Teori Asam Basa LewisPada tahun 1923, G. N. Lewis mengemukakan teori asam basa yang lebih luas dibanding kedua teori sebelumnya dengan menekankan pada pasangan elektron yang berkaitan dengan struktur dan ikatan. Menurut definisi asam basa Lewis,
Berdasarkan definisi Lewis, asam yang berperan sebagai spesi penerima pasangan elektron tidak hanya H+. Senyawa yang memiliki orbital kosong pada kulit valensi seperti BF3 juga dapat berperan sebagai asam. Sebagai contoh, reaksi antara BF3 dan NH3 merupakan reaksi asam–basa, di mana BF3 sebagai asam Lewis dan NH3 sebagai basa Lewis. NH3 memberikan pasangan elektron kepada BF3 sehingga membentuk ikatan kovalen koordinasi antara keduanya.
Kelebihan definisi asam basa Lewis adalah dapat menjelaskan reaksi-reaksi asam–basa lain dalam fase padat, gas, dan medium pelarut selain air yang tidak melibatkan transfer proton. Misalnya, reaksi-reaksi antara oksida asam (misalnya CO2 dan SO2) dengan oksida basa (misalnya MgO dan CaO), reaksi-reaksi pembentukan ion kompleks seperti [Fe(CN)6]3−, [Al(H2O)6]3+, dan [Cu(NH3)4]2+, dan sebagian reaksi dalam kimia organik.
Contoh Soal dan PembahasanTentukan manakah asam dan basa dalam reaksi asam–basa berikut dengan memberikan alasan yang didasarkan pada teori asam basa Arrhenius, Brønsted–Lowry, atau Lewis.
1. HCN(aq) + H2O(l) ⇌ CN−(aq) + H3O+(aq)
2. Ni2+(aq) + 4CN−(aq) ⇌ [Ni(CN)4]2−(aq)
Jawab:
1. Berdasarkan teori asam basa Arrhenius, HCN adalah asam Arrhenius sebagaimana HCN akan melepaskan ion H+ jika dilarutkan dalam air.
Berdasarkan teori Brønsted–Lowry, HCN adalah asam Brønsted–Lowry karena mendonorkan proton (H+) sehingga menjadi ion CN− sedangkan H2O adalah basa Brønsted–Lowry karena menerima proton sehingga membentuk ion H3O+.
Berdasarkan teori Lewis, H2O adalah basa Lewis karena mendonorkan pasangan elektron kepada ion H+ yang berasal dari molekul HCN membentuk ion H3O+ sedangkan H+ dari HCN adalah asam Lewis karena menerima pasangan elektron dari atom O pada H2O.
2. Teori Arrhenius dan teori Brønsted–Lowry tidak dapat menjelaskan reaksi ini.
Berdasarkan teori Lewis, CN− adalah basa Lewis karena mendonorkan pasangan elektron kepada ion Ni2+ sehingga terbentuk ikatan kovalen koordinasi sedangkan Ni2+ adalah asam Lewis karena menerima pasangan elektron dari CN−.
Teori Asam Basa – ReferensiAtkins, Peter & Jones, Loretta. 2010. Chemical Principles: The Quest for Insight (5th edition). New York: W.H. Freeman & CompanyBrown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.Chang, Raymond & Goldsby, Kenneth A. 2016. Chemistry (12th edition). New York: McGraw-Hill EducationEarl, Bryan & Wilford, Doug. 2014. Cambridge IGCSE® Chemistry (3rd edition). London: Hodder EducationMcMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry (7th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.Oxtoby, David W., Gillis, H.P., & Campion, Alan. 2012. Principles of Modern Chemistry (7th edition). California: Brooks/Cole, Cengage LearningPetrucci, Ralph H. et al. 2017. General Chemistry: Principles and Modern Applications (11th edition). Toronto: Pearson Canada Inc.Purba, Michael. 2006. Kimia 2B untuk SMA Kelas XI. Jakarta: ErlanggaShriver, D. et al. 2014. Inorganic Chemistry (6th edition). New York: McGraw-Hill EducationSilberberg, Martin S. & Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular Nature of Matter and Change (7th edition). New York: McGraw-Hill EducationStacy, Angelica M. 2015. Living by Chemistry (2nd edition). New York: W.H. Freeman and Company
Artikel: Teori Asam BasaKontributor: Nirwan Susianto, S.Si.Alumni Kimia FMIPA UI
Materi StudioBelajar.com lainnya:
Source : https://www.studiobelajar.com/teori-asam-basa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar